Nasib miris dialami suku Druze berbahasa Arab yang memilih
menjadi warga pendudukan Israel.
Banyak di antara mereka yang direkrut Israel untuk bergabung bersama
pasukan pertahanan Israel (IDF). Namun, kebanyakan dari mereka tetap dibikin
hidup miskin dan termarginalisasi di wilayah pendudukan Israel.
Anggota Parlemen Knesset Arab-Israel, Hanin Zoabie, mengatakan orang-orang
Arab di wilayah itu diimingi kehidupan yang layak dan sejahtera dengan gaji
tinggi jika bergabung ke IDF.
Ia menyebut bahwa Israel berusaha mengincar orang-orang yang miskin dan
tidak memiliki pekerjaan untuk menjadi tentara.
"Sembilan puluh persen orang Arab yang bertugas di tentara Israel tidak
memiliki kesetaraan dengan orang Israel. Israel tidak membutuhkan mereka
untuk melindungi keamanannya, ini adalah masalah politik, yang pertama
adalah perpecahan dan pemerintahan." ungkap Zoabie, dikutip dari Al
Majalla.
Suku Druze yang menempati Israel juga tak banyak pilihan selain bergabung
bersama IDF untuk keluar dari himpitan ekonomi. Orang-orang Arab termasuk
suku Druze di Israel amat sulit mendapat pekerjaan yang layak selain menjadi
tentara.
Meski demikian, mereka tetap yang paling menderita tak mampu keluar dari
kemiskinan dan diskriminasi sebagai minoritas di wilayah pendudukan
Israel.
Meski banyak yang bergabung bersama IDF menjadi kombatan dan bertaruh
nyawa, anak-anak muda Druze termarginalisasi dan tertolak dari investasi
publik. Keluarga mereka harus membayar denda besar atas rumah-rumah yang
dibangun karena kebijakan yang amat ketat dan selektif terkait perencanaan
pembangunan dari Israel.
Sekitar 150 ribu orang Druze yang mayoritas Syiah tinggal di Israel,
seperti dikutip dari AFP. Mayoritas anak-anak laki mereka harus ikut wajib
militer di Israel, banyak pula yang tergabung sebagai kombatan di pasukan
infantri angkatan darat.
Komunitas Druze tersebar di 16 desa termasuk di Desa Beit Jann di wilayah
utara Israel, salah satu kampung halaman pemuda Druze yang tewas saat
bertugas di IDF melawan Hamas pada agresi Israel sejak 7 Oktober.
Sejak 7 Oktober hingga 21 November sekitar enam orang Druze dari 390
anggota IDF tewas dalam pertempuran. Salah satu yang meninggal dunia adalah
anggota IDF dari suku Druze, Adi Malik Harb.
Kematian mereka kembali memicu perdebatan terkait konstitusi Negara Israel
sebagai negara untuk orang-orang Yahudi dan merendahkan suku-suku bangsa
lainnya termasuk Arab di wilayah itu.
Pemakaman Malik Harb di Desa Beit Jann begitu sunyi diliputi kesedihan
mendalam di antara keluarga dan kerabatnya.
"Bukankah teman-teman dan kenalan Adi (Malik Harb) layak mendapat pekerjaan
dan membangun rumah di Beit Jann tanpa intervensi, tanpa khawatir tentang
aturan ketat dan denda?" ujar pemimpin Syiah komunitas Druze di Beit Jann,
Syekh Mowafaq Tarif.
Sejumlah aktivis menyebut orang-orang Druze hidup dengan jaringan listrik,
saluran pembuangan, hingga jalan-jalan yang sangat buruk selama mengalami
marginalisasi oleh Israel dalam beberapa dekade.
Salah satu tokoh masyarakat Druze, Salah Abu Rukun, warga amat jarang
diperbolehkan membangun rumah. Rumah-rumah mereka banyak yang digusur karena
dinilai ilegal oleh Israel sehingga memicu protes warga.
Ia mengatakan orang-orang Druze sebagaimana orang Arab lainnya nyaris tak
memiliki kepemilikan atas tanah untuk melanjutkan eksistensi mereka.
Undang-undang tahun 2017 untuk mencegah pembangunan yang tak diatur otoritas
Israel semakin menghimpit orang-orang Arab termasuk suku Druze di Israel.
Pengacara dari Desa Beit Jann Nisreen Abu Asale mengatakan warga tidak
punya pilihan selain menempati rumah-rumah mereka tanpa izin dari otoritas
Israel.
"Kami tidak ingin meninggalkan komunitas, budaya, atau agama kami," ujar
Abu Asale sembari menyebut tak ada perkembangan berarti di desanya dalam
beberapa dekade terakhir.
"Kami hidup berdasarkan kebutuhan 20 atau 30 tahun lalu," ia
menambahkan.
Praktik-praktik pembongkaran memang jarang dilakukan, tapi Israel kerap
memaksakan denda besar kepada warga Druze atas rumah mereka sendiri.
Pelatih basket dari Universitas Teknik Haifa Ashraf Halabi harus membayar
denda 600 ribu shekels atau setara US$160 ribu atas bangunan rumah dan kolam
renangnya untuk kursus renan bagi anak-anak di Beit Jann.
"Siapa yang mau menggusur bangunan ini? Mereka (Israel) menguras dompet dan
rekening bank kami," tutur Halabi.
"Kami harus menerima perintah mobilisasi atau pembongkaran. Ada dua hal itu dan sayangnya kami harus mematuhinya," ia melanjutkan curhatannya.
Kebijakan rasialis dan diskriminatif
Pada 2018, parlemen Knesset meloloskan undang-undang Negara-Bangsa yang
mendeklarasikan bahwa hanya orang-orang Yahudi yang memiliki hak mengatur
diri sendiri di Negara Israel dan meminggirkan bangsa lain termasuk
Arab.
Suku Druze termasuk yang lantang menentang undang-undang itu. Wali Kota
Beit Jann Radi Najam bahkan menyebut kebijakan tersebut sebagai langkah
rasialis dan mengabaikan hak-hak etnis lain seperti Druze.
Undang-undang itu pun kembali diperdebatkan karena banyak suku Druze yang
nyatanya harus bergabung bersama IDF dan tewas dalam pertempuran di
sana.
Copas dari
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20231205081416-120-1032924/nasib-arab-druze-direkrut-israel-jadi-tentara-tetap-dibikin-miskin/2
No comments:
Post a Comment