Setelah menginvasi Ukraina, Rusia harus berhadapan dengan banyak sanksi dari berbagai negara di
dunia.
Namun, paling penting (untuk Rusia) sanksi paling berat adalah melibatkan
teknologi, software dan hardware.
Dilarang menggunakan produk atau komponen apa pun yang dikembangkan di negara-negara yang memberlakukan sanksi, Rusia harus mencari opsi lain setelah Google, Apple, Intel dan lainnya hengkang dari negara itu.
Belajar dari Huawei yang mengembangkan perangkat dan software sendiri
setelah masuk daftar hitam AS, Rusia berencana untuk meluncurkan perangkat
buatan mereka sendiri.
Adapun perangkat tersebut adalah laptop bernama Bitblaze Titan BM15 yang dibuat oleh perusahaan Rusia, yakni Promobit
Rencananya, perusahaan berbasis di Rusia itu akan memproduksi laptop
Bitblaze Titan BM15 yang ditenagai prosesor Baikal-M.
Mengutip Gizchina, Kamis (9/6/2022), Bitblaze Titan BM15 tampil dengan panel layar IPS berukuran 15,6 inci 1080p.
Untuk spesifikasi dalamannya, laptop pertama buatan Rusia ini dilengkapi
RAM 16GB dan SSD sebesar 512GB.
Bitblaze Titan BM15 mengusung koneksi WiFi, Bluetooth, USB 3.0, HDMI, USB
Type-C, audio jack, dan baterai berkapasitas 6000mAh.
Disebutkan, perusahaan akan menawarkan dua versi laptop dalam hal bahan, yakni model aluminium konvensional dan satu lagi dibuat dengan paduan titanium.
Pakai Chipset Berbasis TSMC
Seperti dikatakan, laptop tersebut menggunakan prosesor seri Baikal-M yang
dikembangkan oleh perusahaan Rusia.
Akan tetapi, chipset-nya menggunakan arsitektur TSMC 28nm. Selain itu,
arsitektur octacore-nya mengintegrasikan core Cortex-A57 berkecepatan hingga
1,5GHz.
Chip ini mengadopsi inti GPU Mali-T628 MP8 berkecepatan 750MHz, mendukung
dual-channel DDR4-2400 atau memori DDR3-1600.
Lalu bagaimana dengan sistem operasinya? Laptop buatan Rusia ini pakai OS Astra Linux atau Alt Linux.
Disebutkan, batch pertama Bitblaze Titan BM15 dengan jumlah 1.000 unit akan
dirakit beberapa bulan ke depan dengan pelanggan pihak pemerintah dan
perusahaan Rusia.
Soal harga, laptop ini akan dijual mulai dari USD 1608 (Rp 23 juta) hingga
USD 1929 (Rp 28 juta).
Netflix Resmi Cabut dari Rusia
Di sisi lain, pelanggan Netflix di Rusia secara resmi sudah tidak
bisa mengakses platform streaming pada Jumat lalu waktu setempat,
sebagai imbas dari perang di Ukraina.
Dilaporkan, baik situs maupun aplikasi Netflix, sama-sama sudah tidak bisa
diakses. Juru bicara perusahaan juga mengonfirmasi pelanggan mereka tak lagi
punya akses.
"Ini adalah pemenuhan penarikan dari pasar Rusia," kata juru bicara Netflix
kepada AFP, seperti mengutip Gadgets 360, Rabu
(1/6/2022).
Juru bicara Netflix mengatakan, perusahaan harus menunggu hingga penghujung
alur penagihan, sebelum benar-benar mencabut seluruh layanannya dari
pelanggan di Rusia.
Sebelumnya, The Variety pada Maret lalu juga melaporkan bahwa
Netflix melakukan penangguhan terhadap layanan mereka di Rusia, sebagai
reaksi terhadap invasi ke Ukraina.
"Mengingat situasi saat ini, kami memutuskan untuk menangguhkan layanan di
Rusia," kata juru bicara Netflix, Emily Feingold, kepada The Verge.
Platform streaming Amerika Serikat itu mengumumkan, akan menghentikan semua
produksi dan akuisisi di Rusia. Netflix sudah memproduksi empat film asli
negeri beruang putih pada saat itu
Netflix Kehilangan 200 Ribu Pelanggan
Perusahaan Amerika Serikat itu juga memperkirakan akan ada kerugian yang
lebih besar di kemudian hari, bahkan sampai dua juta pelanggan di kuartal
kedua.
Perusahaan menunjuk persaingan yang lebih ketat dari layanan over the
top (OTT), yang menawarkan harga lebih murah seperti Disney Plus dan
Prime Video.
Selain itu, Netflix juga menyalahkan terbatasnya ruang berekspansi di
banyak negara karena faktor teknologi yang di luar kendalinya, seperti
adopsi smart TV dan harga data, serta banyaknya pengguna yang berbagi
akun.
Untuk yang terakhir, menurut raksasa OTT itu, ada lebih dari 222 juta rumah
tangga yang membayar untuk menikmati konten Netflix, tetapi lebih dari 100
juta pelanggan Netflix lainnya berbagi akun.
Kondisi ini jadi semakin lebih buruk dengan keputusan Netflix menghentikan
layanannya di Rusia, sebagai imbas dari perang Ukraina.
Negara itu seharusnya bisa menyumbang 500 ribu pelanggan, namun mereka
malah kehilangan 700 ribu pelanggan setelah Rusia terkena sanksi akibat
invasi ke Ukraina. Namun, pertumbuhan masih "lunak" di semua wilayah.
No comments:
Post a Comment